Sebuah catatan pengalaman pribadi yang syarat untuk bahan renungan
Petang itu, terpaksa saya harus menembus kegelapan malam yang disertai dengan hujan deras, untuk kembali ke “basecamp”, sebutan untuk kompleks perumahan karyawan PT Suryaraya Lestari I, anak perusahaan PT Astra Agro Lestari (AAL) yang beroperasi di Mamuju Utara. Mau tidak mau, saya harus pulang malam itu dari desa yang jaraknya sekitar 30 km dari rumah, supaya bisa segera beraktivitas keesokan harinya.
Jalanan yang berada di tengah kebun sawit licin dan terjal. Kanan-kirinya jurang yang dalam dengan tebing yang sewaktu-waktu berpotensi longsor.
Tidak seperti biasanya, Motor Kanzen tidak saya pacu dengan kecepatan tinggi, mengingat resiko kecelakaan yang bisa terjadi dengan keadaan medan seperti dijelaskan sebelumnya. Jarak pandang kurang dari 5 meter. Jalanan berlubang dan di sana-sini banyak bebatuan yang menonjol. Naik motor Kanzen serasa menunggang bison di permainan Rodeo karena badan meloncat naik-turun tak karuan.
Di tengah-tengah jajaran pohon sawit yang gelap-saya berdoa semoga tidak ada garong yang merampok saya atau suku asing yang tiba-tiba datang menyergap dan menjadikan saya persembahan bagi dewa mereka seperti yang tergambar di film-film. Hiii…..
Tiba-tiba mesin motor saya mogok. “Oh My God! Dalam keadaan hujan deras begini di tengah kebun sawit, motor ngak bisa diajak kompromi” gumam saya. Melihat sekeliling yang gelap gulita dan membayangkan jika hal yang terpikir tadi bisa saja terjadi, saya segera mengengkol “kick-starter” motor itu keras-keras.
Engkolan pertama, engkolan kedua berakhir dengan suara “bret..bret..bret”. Rupanya mesin motor buatan Indonesia itu bleret kedinginan kena hujan. Panik betul rasanya, karena kalau mogok berarti harus tidur di tengah kebun sawit atau dorong motor sampai pemukiman terdekat. “Oh tidak……”
Baru pada engkolan ketiga mesin motor hidup lagi. Segera aku tarik gas untuk mengejar waktu yang semakin malam. Medan naik turun aku lalui dengan sesekali bertemu dengan truk-truk pengangkut tandan buah sawit yang sama-sama pulang kemalaman. Truk-truk itu pun juga mengalami kendala terjebak di lumpur yang dalam.
Persis seperti di kejuaraan off-road, truk-truk berjuang keluar dari jalan berlumpur. Pak sopir di dalam truk menekan pedal gas dalam-dalam sehingga suara mesin meraung-raung, sedangkan kernetnya turun untuk memberi aba-aba tarikan gas. Meskipun kernet itu basah guyup diguyur hujan deras, mereka tetap semangat. Terdengar lantang suara mereka “Satu…dua…tiga”.
Hati terasa agak lega saat motor sudah memasuki Afdelling Golf di mana blok itu dekat dengan pemukiman penduduk. Di sana terdapat tanjakan dan turunan tajam yang bersambung satu dengan lainnya. Melewati turunan tidak masalah. Tapi saat menanjak justru motor Kanzen rewel, bukan mogok tetapi hanya jalan di tempat. Motor digas kencang kok ngak jalan-jalan. “Jangan-jangan ada masalah dengan rantainya” kata hatiku. Wah…….betul saja setelah dicek, rantai motor terlepas dari gernya karena aus gara-gara lumpur.
Dengan ngos-ngosan saya dorong motor itu menaiki tanjakan. Berat betul! Manalagi belum makan dari tadi sore jadi badan terasa lunglai. Karena saking ngak kuatnya mendorong, motor malah berjalan mundur. Hampir saja saya terjatuh. Hanya sorot lampu truk yang sesekali menerangi jalan yang gelap itu sehingga timbul harapan “badai ini akan segera berlalu”. Akan tetapi, sayangnya tidak ada yang turun menolong…….
Di dalam keadaan payah itu, aku berdoa semoga ada satu orang saja yang mau menolongku. Refleks saja aku menoleh ke belakang. Ternyata ada seorang laki-laki yang berjalan di belakangku yang baru pulang dari dusun terdekat. Tanpa sungkan, aku meminta dia untuk mendorong motor. Ia pun dengan suka rela membantu saya tanpa imbalan. Bersama kami bisa membawa motor itu naik tanjakan sampai ke bengkel terdekat. Sepertinya Tuhan memang mengirim “malaikat” untuk menolongku. Alhamdulillah…
Bengkel yang dituju ramai dengan sopir dan kernet truk yang sedang istirahat. Mudah menemukan mekanik di bengkel itu dan ia pun bersedia menolong saya memperbaiki rantai motor Kanzen.
Pertamanya, ia bilang tidak sanggup menyambung rantai yang putus karena sudah malam. “Pak, pakai saja motor saya untuk kembali ke rumah, besok pagi-pagi bisa dikembalikan” saran dia kepada saya. Tapi setelah saya jelaskan, rantai motor saya hanya lepas, tidak putus, ia mau membantu saya. Rantai dipasang kembali dan diberi pelumas supaya lengket dengan gernya.
Setelah selesai, saya menyempatkan untuk beristirahat sebentar di dalam rumah untuk meneguk segelas kopi hangat dan berbincang-bincang dengan mekanik itu. Rupanya, ia pernah bekerja di perusahaan tersebut selama 3 tahun. Namun, ia memilih keluar untuk membuka bengkel dan toko kelontong di sekitar kebun. Ini yang membuat obrolan kami serasa tak berjarak.
Setelah dirasa cukup bincang-bincangnya, saya pamit pulang. “Pak, berapa semuanya?” tanya saya. Ia menjawab dua sentengah. “Maksudnya? Jasa perbaikan dan kopi lho pak! saya berkata dengan keheranan. “Iya, dua ribu lima ratus, jasa bengkel gratis” ia tidak mau menerima uang untuk jasa perbaikan rantai karena niatnya membantu saya. Malah saya diminta untuk makan malam di rumahnya dengan gratis. Tapi tidak untuk kali itu, dengan alasan di rumah sudah dimasakkan, saya menolak tawaran bapak itu dengan sopan.
Kemudian saya pun berangkat lagi untuk menembus kegelapan malam……………