Film ini diharapkan akan mampu mereduksi sikap “prejudice” pada Islam
[caption id="attachment_94" align="aligncenter" width="446" caption="“My name is Khan, and I’m not a terrorist”"]
[/caption]
"My name is Khan, and I’m not a terrorist” bukan merupakan suatu pembelaan seorang India bermarga Khan dalam sidang tindak pidana terorisme, namun sebuah postulat yang diucapkan oleh Rizvan Khan, yang diperankan oleh aktor ternama India, Shah Rukh Khan dalam film terbarunya yang berjudul “My Name is Khan”. Dari judulnya saja, sudah terlihat bahwa film ini mengangkat isu serius ke dalam ceritanya, yakni terorisme.
Namun yang membedakan dengan film-film yang telah beredar, isu terorisme yang diangkat , dikupas dari sudut pandang stigmatisasi Dunia Barat, yang diwakili oleh masyarakat Amerika yang menganggap Islam identik dengan terorisme. Hal ini coba dipatahkan dengan tegas oleh film tersebut melalui adegan-adegan yang dibangun secara kronologis.
Rizvan Khan dengan nama panggilan kecil “Rizu” merupakan seseorang yang mengidap Asperger Syndrome. Menurut ahli penyakit mental ini, Gilberg dan Gilberg (1989), Sindrom Asperger adalah suatu jenis autisme dimana orang-orang yang mengidapnya memiliki kesulitan dalam interaksi sosial, terkungkung pada minat-minat yang sempit, kejaekan pada rutinitas-rutinitas yang berulang, mempunyai ujaran dan bahasa yang ganjil, mengalami permasalahan komunikasi non verbal dan kekikukan gerak.
Dalam film tersebut, Rizu digambarkan sebagai anak yang bertingkah laku aneh; seolah-olah ia tak mau menatap orang yang ada di hadapannya dan selalu celingukan ke sana kemari Yang paling aneh adalah ia takut dengan warna kuning dan keramaian. Akibatnya, Rizu selalu dicemooh, “dikerjaain”, dan tidak dipahami oleh teman-teman sekelasnya sehingga dia tekucil secara sosial karena kepribadiannya yang ganjil itu. Meski demikian, ia justru memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi. Sewaktu beranjak dewasa, ia berhasil mengatasi genangan air yang membanjiri kompleks rumah yang ditinggali gurunya dengan pompa bertenaga gerak yang dihasilkan oleh kayuhan sepeda rancangannya.
Dengan diangkatnya permasalahan ini, film ini seolah-olah ingin menggambarkan kondisi ekstrim seorang muslim India yang terjerat kemiskinan serta mengidap penyakit “aneh” yang semua orang tidak tahu. Namun, keadaan yang serba kekurangan ini tak menghalangi seorang ibu untuk membesarkan Rizu dengan baik. Dari salah satu adegan, jelas terlihat bagaimana ibu Rizu mendidik Rizu tentang konsep hubungan manusia-orang baik dan orang jahat. Ia menyodorkan dua gambar ke hadapan Rizu.
Gambar pertama berisi dua orang yang saling berhadapan, yang salah satunya baru memegang manisan, makanan khas India, untuk diberikan kepada yang satunya. Sedangkan di dalam gambar kedua, tergambar seseorang yang memegang tongkat yang sedianya akan digunakan untuk memukul orang lain.
Bersambung... bagian 2